Jumat, 16 November 2012

UJIAN PRAKTEK HADANG DOKTER GIGI BARU


Di hari yang telah menjelang senja, dokter gigi muda itu terduduk lesu, drg. Putra kita sebut demikian saja namanya, baru saja mengikuti Objective Structured Clinical Examinations (OSCE). Nama berbahasa asing itu adalah ujian praktek bagi dokter gigi baru sebagai bagian dari Uji Kompetensi Dokter Gigi Indonesia (UKDGI) yang diselenggarakan oleh Kolegium Dokter Gigi Indonesia (KDGI). drg. Putra hari itu merasa magsyul, dalam pengundian ia kebagian kelompok terakhir sehingga harus menunggu sejak pagi di Ruang Karantina sampai tiba gilirannya di sore hari dengan perasaan bosan dan cemas. Ada delapan ruang ujian yang disebut Stasiun, harus dimasuki drg. Putra, di tiap stasiun ada soal serta instruksi yang harus dilakukannya, semuanya tindakan klinis kecuali di stasiun terakhir yang menyuruhnya memberi penyuluhan di depan sekelompok ibu-ibu.


Semua soal sebenarnya keseharian drg. Putra saat kerja klinik, namun yang membuat drg. Putra lesu adalah karena ia lupa bagaimana seharusnya pekerjaan itu dilakukan. Saat ada soal mencetak dengan Alginat, ia melihat ada takaran untuk air dan bahan cetak yang selama ini tidak pernah digunakan karena selalu langsung mengucurkan air dari kran ke bahan cetak. Saat ada soal mencabut gigi ia sangat grogi dan tak yakin ketika harus memilih satu tang yang benar dari sekitar 20 tang yang tertata rapi dihadapannya. Puncaknya adalah ketika tiba di stasiun terakhir yang semula dianggapnya paling mudah karena hanya disuruh penyuluhan, tiba-tiba seorang ibu mengacungkan jari bertanya sesuatu yang drg. Putra lupa jawabannya. Itulah nasib dokter gigi baru masa kini, bila dulu setelah wisuda bisa melompat gembira, kini tidak bisa lagi. Setelah lulus, untuk bisa praktek perlu Surat Izin Praktek (SIP), untuk mendapat SIP harus punya Surat Tanda Registrasi (STR), untuk memperoleh STR harus memiliki Sertifikat Kompetensi, dan sertifikat ini hanya diberikan pada mereka yang lulus Uji Kompetensi Dokter Gigi Indonesia (UKDGI) baik teori (CBT) maupun prakteknya (OSCE). Uji kompetensi memang merepotkan banyak pihak, bukan hanya panitia pusat di kolegium tetapi juga panitia lokal di FKG/PSKG penyelenggara. Apalagi setelah ujian praktek (OSCE) menjadi bagian dari uji kompetensi, dibutuhkan persiapan lebih kompleks dan sumber daya manusia dalam jumlah tidak sedikit untuk melaksanakan ujian model ini. Namun itu semua harus dilakukan karena merupakan tuntutan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004, yang dibuat untuk melindungi masyarakat. Ujian praktek UKDGI atau dikenal dengan nama Objective Structured Clinical Examinations (OSCE) pada realisasinya adalah ujian praktek yang terdiri dalam 8 soal, tiap soal dikerjakan dalam sebuah ruangan yang disebut stasiun. Soal dalam ujian praktek adalah perintah untuk melakukan tindakan yang lazim dilakukan dokter gigi, seperti mencetak, menambal,mencabut, mendiagnosa, membersihkan karang gigi, melakukan penyuluhan serta hal-hal praktis dalam praktek sehari-hari lainnya. Selama ujian praktek dilakukan, tidak perlu khawatir tidak dapat menjawab pertanyaan karena tidak satupun pertanyaan yang akan diajukan penguji. Penguji tugasnya mencentang daftar penilaian yang biasanya hanya terdiri dari 3 macam nilai yaitu 0 apabila tidak melakukan atau melakukan dengan salah, 1 bila melakukan dengan benar tapi tidak lengkap, serta 2 bila melakukan dengan baik. Kemudian yang menjadi persoalan adalah bila banyak peserta yang tidak lulus, karena dalam OSCE tidak dikenal nilai kurang, hanya ada lulus dan tidak lulus saja. Banyak hal yang mungkin menjadi penyebab ketidak lulusan, salah satunya adalah dokter gigi lupa bagaimana cara melakukan suatu tindakan klinik yang benar karena tindakan tersebut jarang dijumpai selama ko-as atau karena kurangnya pengawasan di RSGM, menyebabkan calon dokter gigi terbiasa melakukan suatu tindakan klinik tidak sesuai dengan prosedur yang benar. Penyebab lain bisa karena adanya perbedaan standar prosedur antar RSGM, perbedaan istilah, serta perbedaan muatan kurikulum antar FKG/PSKG. Oleh karena itu sangat positif upaya penyamaan istilah dan kurikulum yang saat ini sedang dilakukan. Tidak semua pihak setuju akan adanya uji kompetensi bagi dokter dan dokter gigi, bahkan pada Bulan Agustus 2010 pernah ada demontrasi besar-besaran ke DPR menuntut penghapusan uji kompetensi bagi dokter (UKDI). Beberapa anggota DPR bereaksi dengan mengatakan akan menghapuskan uji ini, tetapi sampai saat ini uji kompetensi masih berjalan seperti biasa. Uji kompetensi merupakan sesuatu yang lazim di dunia profesi. Profesi lain seperti advokat, arsitek, guru, dosen, wartawan, dan lain sebagainya juga mengenal adanya uji kompetensi. Umumnya uji kompetensi dilakukan oleh organisasi profesi, yang menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 sebelum dapat melakukan uji kompetensi, lembaga atau organisasi profesi harus mendapat pelimpahan dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Ujian praktek dalam UKDGI telah menjadi keniscayaan, tinggal diperlukan penyempurnaan saja, karena bila dihilangkan, "maukah anda dirawat oleh dokter gigi yang lulus ujian teori dengan nilai 100 tapi tak pernah diuji praktek merawat pasien?" *Dentamedia No 3 Vol 16 Jul-Sep 2012. Naskah: Kosterman Usri, Fidya Meditia Putri. Foto: Dani Rizali Firman

0 comments:

BERITA

ACARA

ORGANISASI

WAWASAN

OPINI

 
Hak cipta copyright © 1997-2024 Dentamedia, isi dapat dikutip dengan menyebutkan sumbernya
© free template by Blogspot tutorial